Kamu tahu orang gila ? Mereka yang menginginkan perubahan dalam hidupnya tapi melakukan hal yang sama berulang-ulang
(Albert Einstein)
Perubahan kurikulum selalu menyisakan gerutu di kalangan guru. Tidak sedikit guru yang menganggap tren menteri pendidikan setiap berganti selalu ada kurikulum baru yang dicanangkan. Negara ini seolah tidak punya blueprint pendidikan sehingga harus berubah kurikulum sesuai dengan tren politik, ganti presiden, ganti menteri, ganti kurikulum. Di sisi lain, kita juga menggerutu, arah pendidikan Indonesia kemana ? Anak-anak yang lulus sekolah menengah hanya sekedar menuntaskan pendidikan ? Berapa banyak yang melanjutkan ke perguruan tinggi ? Adakah seperti zaman dahulu, sekolah sekedar dapat ijazah ? Sementara masih ada anak-anak yang tidak mengambil ijazah meski sudah tamat.
Sehebat apa pun pengelolaan pendidikan di sekolah, sorotan utama pasti pada mutu lulusan. Serapan lulusan ke perguruan tinggi atau di dunia kerja seolah menjadi gambaran nyata kualitas pengelolaan pendidikan. Sementara kita juga melihat sesuatu yang kontradiktif di era milenial ini, anak-anak seperti tidak tertarik untuk kuliah karena tidak menjanjikan kekayaan instan. Menjadi konten kreator YouTube tanpa kuliah saja bisa dapat uang melimpah, sementara lulusan perguruan tinggi sulit memperoleh pekerjaan. Terbukti penerimaan CPNS selalu membludak oleh mereka yang sudah berusia lanjut.
Setiap perubahan belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik, namun tanpa perubahan tidak akan ada pembaharuan. Jadinya seperti kata Einsten di atas. Kita sepakat bahwa ada yang harus kita benahi, kita sepakat kualitas pendidikan kita masih belum baik. Maka perubahan sesuatu yang menjadi keniscayaan.
Saya membaca spirit kurikulum merdeka yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang sudah pernah bergulir saat ini, kurikulum K13. Maka secara spirit mudah bagi guru untuk dibangun kesepahaman untuk melakukan perubahan. Pembelajaran berbasis siswa, sama saja seperti saat ini, meski sayangnya belum sepenuhnya berlangsung.
Guru kita relatif masih senang dengan gaya "menggurui" bukan memfasilitasi. Siswa relatif menjadi pendengar budiman, mengerjakan rutinitas tugas dan penilaian berbasis pengetahuan menjadi sangat dominan. Padahal spirit kurikulum kita, guru menjadi fasilitator bagi bakat siswa yang berbeda-beda, siswa menjadi selebritis pembelajaran. Presentasi siswa harus sering dilakukan di dalam kelas, agar kemampuan literasi, komunikasi dan penyampaian pengetahuan menjadi orisinalitas pemikiran mereka.
Kurikulum Merdeka kembali menekankan pada pembelajaran berbasis siswa, ditambah dengan kecakapan siswa dalam mengkreasikan hasil pemikirannya. Selama ini kita relatif menilai siswa berbasis pengetahuan, ke depan orientasi ini berubah. Penilaian berbasis project menjadi keharusan. Di sinilah kemampuan kognitif paling tinggi, "Kreasi". Siswa difasilitasi memiliki kecakapan mengkreasi secara kolaboratif, menghasilkan sesuatu dari isi pikiran dan berani mengambil keputusan atas pemikirannya itu. Inilah bekal hidup yang lebih penting dibanding kemampuan tes mereka ke perguruan tinggi, critical thinking dan creative thinking.
Maka pembelajaran ke depan, siswa akan harus lebih seru ke sekolah, akan ada banyak presentasi project mereka dan perubahan paling besar adalah siswa tamat dengan karya, mempresentasikan karya dan menulis dalam bentuk karya ilmiah. Wow banget. Impian yang pernah saya terapkan dua tahun silam di SMA Negeri 1 Nurussalam sekarang terwujud secara nasional.
Sebagai pimpinan di suatu sekolah menengah, saya siap menyambut perubahan melalui kurikulum merdeka. Menyiapkan guru-guru dan siswa di sekolah yang saya pimpin, didukung oleh Tendik agar mutu lulusan kami bukan hanya siap masuk perguruan tinggi, namun memiliki bekal yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah merupakan lingkungan doktrinal yang paling ampuh, Kurikulum Merdeka mencetak lulusan yang memiliki kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif.
Saya senang membaca tema Hardiknas tahun 2022 : Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar.
Welcome Kurikulum Merdeka, ada sesuatu yang harus kita pulihkan, bukan hanya karena pandemi namun juga kebutuhan lulusan ke arah lebih sehat. Selamat Hari Pendidikan Nasional tahun 2022.
Matangkuli, 3 Mai 2022
Pak Khai
Kepala SMAN 1 Matangkuli